Senin, 08 Desember 2008

KONFERENSI SANGHA

Sejarah mencatat bahwa pengulangan Dhamma dan Vinaya dilakukan secara terus menerus pada Sangha samaya pasca Parinibbana Buddha. Sangha samaya berlatar belakang untuk mengulang dan mengelompokkan dhamma dan vinaya.

Pengulangan Dhamma dan Vinaya masih menggunakan transmisi lisan dalam rangka melestarikan ajaran. Bahkan selama masa kehidupan sang Buddha para Bhikkhu dilatih untuk mendengarkan ajaran dengan penuh perhatian (A.V.136), menyimpannya dalam pikiran, dan mengajar murid-murid mereka untuk mempelajari ajaran-ajaran itu dengan menghafalkannya berulang-ulang.

Sangha samaya dilaksanakan tanpa periode yang jelas, hanya bersifat insidental, ketika Dhamma dan Vinaya terdesak maka Sangha Samaya diselengarakan. Berikut kutipan Sangha Samaya yang berhubungan dengan penulisan sutta.

a) Sangha samaya pertama

Tiga bulan setelah Buddha Parinibbana, Sangha Samaya yang pertama diselenggarakan di Goa Satapani Rajagaha. Sangha Samaya yang pertama kali didukung sepenuhnya oleh Raja Ajatasatu. Sangha Samaya dipelopori oleh Bhikkhu Mahakasapa, yang diikuti oleh 500 arahat. Bertujuan menghimpun sekaligus menjernihkan semua ajaran Sang Buddha (Vin. ii. 284-285).

Sangha Samaya pertama berlatar belakang adanya pernyataan Bhikkhu Subbada,”agar jangan berduka, karena telah terbebas dari orang yang mengekang, sehingga dapat berbuat sesuka hati.” Dengan pernyataan tersebut, Bhikkhu Mahakassapa mengajak para Bhikkhu untuk membacakan Dhamma dan Vinaya sebelum terdesak oleh apa yang bukan Dhamma dan bukan Vinaya.

Bhikkhu Maha Kassapa sebagai pemimpin sidang mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Bhikkhu Upali mengenai keseluruhan peraturan disiplin (Vinaya), dimulai dengan dua Suttavibhanga, Mahavagga, Culavagga, dan yang terakhir kitab Parivara diucapkan ulang.

Seuasi pengucapan Vinaya, konsili tersebut meneruskan dengan pengucapan Dhamma. Bhikkhu Maha Kassapa mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Bhikkhu Ananda mengenai keseluruhan Dhamma., dimulai dari Brahmajala Sutta (D.i.1). Ia melancarkan tanya jawab itu terhadap seluruh Himpunan Pembabaran Panjang (Dīgha Nikāya), Himpunan Pembabaran Menengah (Majjhima Nikāya), Himpunan Pepatah Serumpun (Samyutta Nikāya), Himpunan Pepatah Bertahap (Anguttara Nikāya), dan Himpunan Kecil (Khuddhaka Nikāya).

b) Sangha samaya kedua

Sangha Samaya yang kedua diselenggarakan di Wihara Valukarana, didekat Vesali. Dilaksanakan satu abad setelah wafatnya Sang Buddha, pada tahun 100 Era Buddhist (443 SM). Bhikkhu Sabbakami mengetuai tujuh ratus arahat dalam sangha samaya kedua. Raja kalasoka menyediakan bantuan selama sangha samaya selama delapan bulan.

Sangha Samaya diselenggarakan berlatar belakang karena para Bhikkhu Vajji dari Vesali mempunyai kebiasaan berlatih sepuluh pokok (dasavatthuni), yang tidak dibenarkan pada Sangha Samaya pertama. Pada Sangha Samaya kedua dilakukan pengulangan Dhamma dan vinaya, seperti yang dilakukan pada Sangha Samaya pertama.

c) Sangha Samaya ketiga

Sangha Samaya ketiga dilaksanakan di Wihara Asokarama Pataliputta, pada tahun 235 BE (308 M). Alasan utama untuk mengadakan Sangha Samaya ketiga adalah (1) menertibkan perbedaan pendapat yang menyebabkan perpecahan sangha; (2) memeriksa dan menyempurnakan kitab suci pali, dan (3) diadakannya upacara uposatha setiap bulan.

Bhikkhu Moggaliputta Tissa mengetuai Sangha Samaya, yang diikuti oleh seribu orang Arahat. Sangha Samaya tersebut berlangsung sembilan bulan dibawah santunan Raja Asoka. Hasil dari Sangha Samaya, ajaran Abhidhamma diulang oleh bhikkhu maha kassapa, sehingga kitab suci menjadi lengkap, kemudian disebut Tipitaka.

Para ahli sejarah mengatakan bahwa pada Sangha Samaya ketiga bukan Sangha Samaya umum, sehingga hasil dari pengulangan kitab Tipitaka pali hanya diakui oleh kaum Sthaviravada (Buddhistoline, - : -)

d) Sangha Samaya keempat

Sangha Samaya keempat diadakan di Wihara Aloka, Desa Matale Sri Lanka, kira-kira tahun 450 BE, saat bertahtanya Raja Vattagamani Abhaya (101-77 SM). Berlatar belakang mencari penyelesaian tentang adanya kemungkinan yang mengancam ajaran dan kebudayaan agama Buddha.

Lima ratus Bhikkhu terpelajar yang diketuai oleh Bhikkhu Rakkhita Mahathera mengadakan Sangha Samaya tersebut.. Kesimpulan dari sangha samaya keempat adalah : (1) mengulang tipitaka; (2) menyempurnakan kitab komentar (Atthakatha), dan (3) menuliskan tipitaka dan komentar diatas daun palem Demikanlah, ajaran Buddha, yang telah diteruskan secara lisan sacara beberapa abad, akhirnya dituang kedalam bentuk tulisan.

e) Sangha samaya kelima

Sangha samaya kelima dilaksanakan di Mandaly, Myanmar, pada tahun 2415 BE (November 1871). Dua ribu empat ratus bhikkhu yang dipimpin oleh Bhikkhu Jagarabhivamsa turut serta dalam Sangha Samaya ini. Raja Mindon meresmikan dan memberikan dukungan pada Sangha Samaya kelima sampai terakhir.

Selama berlangsungnya konsili ini, kitab Tipitaka Pali yang semula dituliskan pada daun palem, dipahatkan pada 729 potongan batu pualam, yang terdiri dari 111 potong batu pualam yang berisikan Vinaya Pitaka, dan 410 potong batu pualam yang berisikan Sutta Pitaka, dan 208 potong batu pualam yang berisikan Abhidamma Pitaka.

Pemahatan batu pualam dilaksanakan didaerah Pagoda Maha Lokamarajina Kuthodaw, di kaki bukit Mandalay. Pemahatan memakan waktu selama tujuh tahun, enam bulan, dan empat belas hari. Kemudian para bhikkhu mengucapkan ulang seluruh isinya selama lima bulan tiga hari.

f) Sangha samaya keenam

Sangha Samaya keenam dimulai pada hari bulan purnama bulan Vesakha, tahun 1954 di Gua Mahapasana, Kaba-Aye, Yangon, Myanmar. Sangha samaya diselenggarakan guna memurnikan dan memajukan ajaran Buddha. Dua ribu lima ratus bhikkhu terpelajar dari berbagai Negara, terutama Myanmar, Thailand, Sri Lanka, Kamboja, dan Laos, berpartisipasi dalam Sangha Samaya ini. Bhikkhu Revata (Nyaung Yan Sayadaw) menjadi Ketua, Bhikkhu Sobana (Mahasi Sayadaw) sebagai penanya, dan Bhikkhu Vicittasarabhivamsa (Mingun Sayadaw) sebagai penjawab.

Selama Sangha Samaya, kitab Tipitaka Pali, komentar (Atthakatha), dan sub komentar (Tika) ditinjau ulang. Sangha Samaya diadakan pada tahun 1954 ini berlangsung sampai semua tugas tuntas pada hari bulan purnama bulan Vesaka tahun 1956, bertepatan dengan peringatan 2.500 tahun Buddha mencapai Parinibbana. Pada Sangha Samaya keenam pula, kitab suci Tipitaka Pali diterjemahkan kedalam bahasa barat.

Tidak ada komentar: