Senin, 08 Desember 2008

Ciri-Ciri Sastra Sutta Dalam Dīgha Nikāya

Ucapan yang disampaikan oleh Buddha tersusun indah, bermakna, mempunyai arti yang tidak dapat dipisahkan. Terdapat berbagai jenis gaya bahasa dan isi perkataan yang disampaikan oleh Buddha (Tani, 1995:848), berupa Sutta, Geya, Gatha, Nidana, Itivuthaka, Jataka, Adhibuta Dhamma, Avadana, Upadesa, Udana, Vaipulya, dan Pakarana.

Kelompok ajaran dalam Dīgha Nikāya berupa kumpulan sutta-sutta yang berukuran panjang. Sutta-sutta dalam Dīgha Nikāya dibangun atas konstruksi yang tegas, sederhana, dan langsung, tidak seperti Nikāya lain setelah Dīgha Nikāya, yaitu Majjhima Nikaya dan Samyutta Nikaya. Dibalik ketegasan, Dīgha Nikāya kurang mengandung hiasan sastra, gatha dan syair, tetapi banyak mengandung narasi deskriptif dan analisis.

Disebutkan dalam pendahuluan The Middle Length Discourses Of The Buddha. Majjhima Nikaya I, diterjemahkan dan diedit dari Bahasa Pali kebahasa Inggris oleh Bhikkhu Nanamoli & Bhikkhu Bodhi, diterjemahkan kebahasa Indonesia Lanny & Wena, penerbit Wismasambodhi, bahwa Dīgha Nikāya penuh drama dan narasi. Format sutta-sutta juga bervariasi, sehingga tidak ada ciri yang terlihat dalam setiap Vagga.

Sebagian besar sutta-sutta dalam Dīgha Nikāya ditujukan kepada para pertapa dan Brahmana, terutama dalam Silakhanda Vagga, namun dalam Maha Vagga dan Patthika Vagga Buddha mengajar terhadap para dewa dan manusia sekaligus (D.ii.20), sehingga gaya bahasa yang digunakan kadang sederhana, perumpamaan, penuh lengenda, penuh analisa, dan pendeskripsian yang dalam.

Berulangkali dapat dijumpai dalam penyampaian gaya bahasa yang khas, berdialog secara langsung terhadap dengan orang-orang berbagai lapisan didalam masyarakat India kuno, dengan Raja, Pangeran, Pertapa, Brahmana, orang-orang desa, para filsuf yang terpelajar, dari pencari kebenaran yang tulus hingga dengan para pembantah yang paling congkak.

Gaya bahasa yang disampaikan oleh murid-murid Buddha tidak jauh beda dengan gaya bahasa Buddha. Karya Dīgha Nikāya juga memperkenalkan murid-murid terampil, yang melanjutkan transmisi ajaran-Nya. Dari 34 sutta, dua sutta diucapkan oleh Bhikkhu Sariputta (D.iii.33; 34), dan sutta lain diucapkan oleh Bhikkhu Ananda (D.i.10), Bhikkhu Kumarakassapa (D.ii.23).

Pada akhir kotbah, biasanya Buddha mempertegas kembali deskriptif dan analisis yang sederhana, dipentingkan untuk menangkap makna atau pembahasan dibuat kesimpulan yang singkat tetapi jelas dan penuh makna. Teknik yang digunakan oleh Buddha memudahkan para umat untuk memahami dan menghafal apa yang telah diajarkan.

Ungkapan dari para siswa setelah menerima kotbah dengan hati yang tenang dan gembira biasanya membuat pernyataan perlindungan terhadap triratna, mengucapkan kata-kata indah untuk menunjukkan kekaguman akan ajaran, menegakkan yang telah roboh, memberi penerangan pada kegelapan, menunjukan jalan pada yang tersesat, dan merupakan berkah yang tidak terhingga.

Tidak ada komentar: